Saturday, January 23, 2010

PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE TERPADU DAN BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN

1.1 Latar belakang
Hutan mangrove yang merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir, selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan intruisi air laut, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intruisi air laut dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga memiliki fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, dan daun daunan sebagai bahan baku obat obatan, kawasan wisata alam dan lain lain. (Dahuri et al, 2001)
Mangrove merupakan ekosistem yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Secara harfiah luasan hutan mangrove di Indonesia memang sekitar 3 persen dari luas seluruh kawasan hutan, dan 25 persen dari seluruh hutan mangrove dunia (Anonimous,1995) dalam Arief A. 2003. Namun dilihat dari peranannya, Kawasan vegetasi ini pantas diperhitungkan, sebagai hutan konservasi. Mangrove juga dapat dijadikan sebagai hutan produksi, dan hutan sebagai penggunaan lain. Propinsi Sulawesi Selatan secara geografis terletak pada posisi 3o – 7o LS dan 116o 48’ – 122o 36’ BT. Propinsi ini memiliki luas wilayah daratan secara keseluruhan sebesar 45.574 km2, dengan panjang garis pantai sekitar 1.973,7 km dan luas wilayah pesisir dan laut sebesar 60.000 km2, merupakan salah satu propinsi di Kawasan Timur Indonesia yang memiliki wilayah pesisir, perairan pantai dan laut yang cukup luas. Areal ini mencakup tiga kawasan laut, yakni : Selat Makassar di sebelah Barat, Laut Flores di sebelah Selatan dan Teluk Bone di sebelah Timur, serta hamparan pulau-pulau kecil dalam lingkup Kawasan Kepulauan Spermonde.(BPS, 2006). Potensi alam di wilayah ini termasuk di dalamnya hutan mangrove yang diharapkan dapat mendukung kegiatan perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Namun, kondisi ekosistem hutan mangrove di Sulawesi Selatan semakin hari semakin menyusut yang tersisa semakin sedikit khususnya di pantai barat hingga menyebabkan tingginya tingkat abrasi pantai dan instrusi air laut. Data menunjukkan luasan hutan mangrove di Sulawesi Selatan telah mengalami penurunan. Penurunan kuantitas dari hutan mangrove ini disebabkan antara lain terjadinya eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan ini dalam berbagai peruntukan yang menyebabkan menurunnya nilai ekologi dan ekonomi dari hutan mangrove. Di sisi lain, perangkat hukum dan kelembagaan yang ada belum mampu mengatasi persoalan yang terjadi di kawasan ini, di tambah lagi perencanaan strategi dan pelaksanaannya juga masih jauh dari yang diharapkan. Rendahnya partisipasi masyarakat, sosialisasi, transparansi kebijakan, institusi formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan, mekanisme pengawasan, serta insentif dan sanksi (Santoso, 2000) belumlah optimal dilakukan.
Untuk itu, mengingat begitu besar dan urgennya peranan dari hutan mangrove, maka pengelolaan pada kawasan ini perlu mensinergikan dan memperhatikan berbagai aspek yang saling terkait di atas sehingga dihasilkan suatu bentuk pengelolaan pemanfaatan hutan mangrove khususnya di Sulawesi Selatan yang terpadu dan berkelanjutan.

1.2 Perumusan masalah
Keberadaan hutan mangrove di kawasan Sulawesi Selatan dari hari ke hari semakin terancam. Ancaman tersebut berasal dari kegiatan pemanfaatan terhadap manfaat hutan mangrove utamanya sebagai penyedia sumberdaya dan ruang (space), rendahnya estimasi terhadap nilai hutan mangrove dan rendahnya partisipasi masyarakat. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan belum adanya perangkat kelembagaan yang mampu mengurangi atau mengatur pemanfaatan hutan mangrove.
Sebagai salah satu ekosistem di kawasan pesisir, hutan mangrove dalam pengelolaannya membutuhkan sejumlah pendekatan yang terpadu dan berkelanjutan mengingat keberadaan hutan mangrove menyangkut harkat hidup orang banyak, melibatkan banyak pihak dan sebagai bentuk pewarisan (herritage). Jika hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, kelestarian hutan mangrove di Sulawesi Selatan akan dapat di pertahankan dan dikembangkan.



1.3 Tujuan penelitian
a. Merumuskan bentuk pengelolaan hutan mangrove secara terpadu dan berkelanjutan di Sulawesi Selatan
b. Menyusun arahan pengelolaan dan pengelolaan hutan mangrove di Sulawesi Selatan